Saturday, November 16, 2013

study: fikir dan zikir





BAB I


PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG


 


fikir dan dzikir adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hidup dan kehidupan ini. Seorang siswa yang belajar bisa disebut juga sedang melakukan fikir dan dzikir, dalam hal ini memikirkan dan mengingat semua pelajaran yang ia terima. Demikian pula misalnya saat kita mengendarai kendaraan dijalan raya yang ramai, maka kita dituntut untuk berfikir bagaimana caranya agar tidak celaka atau salah jalan sehingga mencelakakan diri kita sendiri, dan dalam saat bersamaan kitapun dituntut untuk melakukan dzikir atau mengingat mana yang harus dilakukan saat itu


Kedua potensi di atas harus dapat disinergikan. Pola fikir yang terlepas dari ikatan zikir akan dapat menghasilkan pola-pola fikir yang sifatnya destruktif dan negatif hingga melanggar larangan Allah. Para koruptor, pelaku maksiat mengetahui yang mereka lakukan salah tetapi mereka tidak berzikir kepada Allah. Demikian sebaliknya, berzikir tanpa mengasah olah fikir untuk menemukan keagungan Allah di alam sekitar dan sebagainya bukan merupakan suatu hal yang terpuji pula. Oleh karena itu fikir untuk zikir sangat diperlukan oleh kita semua.


 


B.     RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dalam pembahasan ini adalah:


1.      Apakah yang dimaksud dengan fikir dan zikir?


2.      Mengapa dalam kehidupan fikir dan zikir tidak dapat dipisahkan?


3.      Seberapa pentingkah fikir untuk dzikir dalam kehidupan kita?


 


 


 


BAB II


PEMBAHASAN


 


A.      PENGERTIAN FIKIR


  Berfikir merupakan suatu proses mencerna dan memahami kondisi yang ada di sekitar dalam rangka menghasilkan sebuah tanda tanya maupun jawaban yang muncul dalam diri seseorang. Dalam Islam seni berfikir sangat dihargai dan bahkan menjadi anjuran dari Allah agar seorang hamba dapat mengoptimalkan daya fikir dalam mencerna seluruh obyek di alam untuk mengetahui dan memahami pencipta itu sendiri. Apabila kita membaca Al-Quran akan ditemukan sangat banyak ayat yang memerintahkan dan menuntun supaya berfikir, oleh karena itu aktivitas kegiatan berfikir menjadi suatu hal yang cukup urgens dalam Islam.[1]


Seperti wahyu pertama yang turun kepa Nabi Saw, adalah perintah agar berpikir. Qs. Al-alaq:1-5



Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia ciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah karena Tuhanmu itu sangat mulia; Yang mengajar dengan Qalam. Dia mengajar manusia apa yang mereka tidak tahu.


 


Perintah membaca pada ayat diatas, bukan hanya dalam konteks dimana Nabi disuruh oleh malaikat Jibril membaca saat turun wahyu pertama saja, akan tetapi bisa kita tafsirkan secara luas dalam konteks masa kini. Dimana membaca adalah awal dari berpikir. Awal dari mencari tahu dan melakukan penyelidikan, awal dari menganalisa serta awal dari suatu pemahaman ataupun kesimpulan.


       Dari surah diatas kita bisa belajar banyak hal, bahwa Tuhan sendiri sejak awal tidak menyuruh manusia untuk mematikan rasio atau kemampuan intelegensianya, sebaliknya manusia disuruh untuk membaca kekuasaan Tuhannya, mewajibkan manusia menganalisa melalui ilmu kedokteran untuk mencari tahu bagaimana proses awal dari kelahiran manusia itu sendiri sehingga diharapkan manusia itu menjadi sadar betapa kompleks dan rapinya karya Tuhan dalam penciptaan, karena itu secara sadar dan logis kitapun diharapkan untuk memuliakan-Nya.


Berfikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berfikir merupakan proses yang “dialektis” artinya selama ini kita berfikir, pikiran kita dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan hubungan pengetahuan kita. Dalam berfikir kita memerlukan alat yaitu akal(rasio). Hasil berfikir dapat diwujudkan dengan bahasa dan kata. Kita tidak mungkin dapat memahami pikiran seseorang kalau tidak diwujudkan dalam bentuk ucapan, tulisan atau isyarat. Pikiran dan perkataan adalah identik, tidak berbeda satu sama lainnya. Pikiran adalah perkataan dan perkataan adalah pikiran. Angan-angan, khayalan, pikiran yang berkecamauk dalam dada dan kepala kita tidak lain adalah bisikan kata yang amat lembut. Kata-kata mewakili pikiran ini bukan sekedar coretan pena yang dituliskan atau suara gaduh yang diucapkan, tetapi merupakan susunan kata yang mewakili maksud tertentu yang lengkap.[2]


       Melihat sejarah umat Islam ke belakang, pada hakikatnya besar dan berkembangnya Islam tidak terlepas dari gerakan yang cukup besar dari aktivitas pola fikir para mujtahid dalam berbagai disiplin keilmuan Islam . Para imam mujtahid dalam hukum Islam misalnya, merumuskan hukum Islam dalam bentuk yang spesifik dan rinci diberbagai masalah yang tidak ditemukan jawabannnya baik dalam Al-Quran, sunnah rasul maupun perilaku para sahabat sehingga harus berfikir secara mendalam untuk menemukan jawaban-jawabannya dengan mencurahkan segala kemampuan yang mereka miliki.


 


1.      Langkah-langkah Berfikir Filosif Berdasarkan Al-Quran


     Karena kedudukan dan peranan berpikir begitu penting, al-Quran tidak saja memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya, tetapi juga memberikan pedoman, langkah-langkah metodelogis, serta teknis penggunaan akal dengan metode dan teknis yang lurus dan meluruskan kearah pencapaian kebenaran yang sebenarnya (haq). Jika kandungan al-quran diteliti dan dikaji, akan ditemukan langkah-langkah sebagai berikut:


1.         Al-Taharrur min quyud al-Takhalush‘an Aghlal al-Taqlid. Yaitu, upaya membebaskan pemikiran dari belenggu taqlid serta menggunakan kebebasan berpikir sesuai dengan prinsip-prinsip pengetahuan (metode ilmiah).


2.         Al-Ta’ammul wa al Musyahadah. Yaitu langkah meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empiris.


3.         Al-Bahts wa al-Muwajanah wa al-Istiqra. Yaitu langkah analisis, pertimbangan, dan induksi. Langkah ini merupakan kegiatan penalaran dengan pedoman pada prinsip penalaran untuk menemukan kebenaran filosofis dari data-data empiric yang ditemukan.


4.         Al-Hukm mabni ‘ala al-Dalil wa al-Burhan. Yaitu langkah membuat keputusan ilmiah yang didasarkan atas argument dan bukti ilmiah.


Manusia mesti menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam memikirkan objek pikir. Oleh karena itu kerap kali terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan kegiatan berpikir.  Adapun kesalahan berfikir bisa disebabkan oleh:


1.        Ketergesa-gesaan dalam membuat keputusan


2.        Menganggap mudah dalam mengajukan proposisi, tidak teliti dan tidak hati-hati


3.        Membangga-banggakan kemampuan pikir dan pendapat diri sendiri


4.        Tradisi yang keliru


5.        Mengikuti hawa nafsu


6.        Senang berselisih pendapat


7.        Haus pujian orang lain.


2.      Prinsip-prinsip Pentingnya Berfikir


Didalam Al-quran , ditemukan prinsip-prinsip pentingnya berpikir, yaitu:


a.    Salah satu ciri yang membedakan manusia dari hewan terletak pada potensi nalar (nathik), kegiatan nalar, atau kegiatan berpikir dalam merenungkan obyek pikir. Eksistensi dan fungsionalisasi akal dapat meningkatkan derajat dan status keberadaan manusia dalam menjalankan tugas sebagai pemegang amanat, ibadah, risalah, dan khilafah di muka bumi.


b.    Berpikir termasuk kegiatan bersyukur terhadap nikmat Allah, sedangkan mensyukuri nikmat Allah termasuk ketaatam yang bernilai ibadah. Jadi, berpikir itu pada hakekatnya adalah ibadah yang merupakan bagian dari amanat kemanusiaan.


c.    Al-quran mengecam orang-orang yang taqlid dan orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi indrawinya.


d.   Rasulullah, penerima al-quran yang pertama dalam sabdanya sering menerangkan kemulyaan orang-orang yang berilmu. Bahkan, nilai kerja seseorang yang lahir dari pemikiran dipandang lebih baik dari pada pekerjaan yang tidak berdasarkan pamikiran (ilmu).


e.    Bahwa berpikir itu sangat penting, apalagi mengetahi metodelogi berpikir yang akan menjadi penuntun kearah berpikir benar dalam menegakan kebenaran yang sebenar-benarnya.[3]


 


 


B.     ZIKIR


Dalam Islam umat Islam tidak hanya dituntut dalam mengenal Tuhan, alam, termasuk dirinya sendiri hanya dengan melalui berfikir. Ada satu cara yang tujuannya untuk mendekatkan diri dan lebih dekat kepada pencipta seluruh alam semesta dengan melalui berzikir. Dalam pengertian sempit zikir dimaknakan dengan kegiatan mengucapkan nama-nama Allah yang agung dan mulia dalam rangka memuji dan membesarkannya. Dalam pengertian luas zikir adalah seluruh aktivitas dan gerak memahami kekuasaan Allah yang tujuannya untuk lebih dekat denganNya. Oleh karena itu, perintah zikir tidak hanya pada saat sholat, di masjid, mushola, dan sebagainya. Tetapi dalam seluruh kondisi dan tempat selalu dituntut untuk tetap berzikir. Dimana dalam surah Al-Imran:191 yang artinya :


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.


Ayat diatas mendahulukan zikir, karena dengan zikir mengingat Allah dan menyebut-nyebutkan nama dan keagungan-Nya, hati akan menjadi tenang, dan dengan ketenangan pikiran akan menjadi cerah, bahkan siap untuk memperoleh limpah ilham dan bimbingan ilahi, untuk mendapatkan pengtahuan Zikir adalah pemujaan, pengagungan, pemujian dan kebijaksanaan Allah SWT. Dengan kesempurnaan, kemuliaan, dan keindahan yang dilafalkan dengan mulut atau terdetik dalam hati .
Ayat diatas juga menunjukkan bahwa semakin banyak hasil yang diperoleh dari zikir, maka semakin luas pengetahuan tentang alam raya, semakin dalam pula rasa takut kepada-Nya, yang antara lain tercermin pada permohonan untuk dihindarkan dari siksaan dan neraka.


Zikir dapat dibagi kedalam dua bagian, pertama, zukir lisan; kedua, zikir qalbi. Zikir qalbi yaitu zikir yang disertai dengan muraqabah dan tafakkur lebih utama daripada zikir lisan. Muraqabah yaitu mengingat Allah dalam hati.[4]


C.    FIKIR UNTUK ZIKIR


Seperti dijelasakan pada ayat sebelumnya surah Al-imran ayat 191 yang artinya “ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : ya Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka.


Ayat di atas begitu jelas menggambarkan bahwa kegiatan berfikir tidak dibatasi oleh kondisi dan situasi apa pun tetapi harus terus dilakukan secara terus-menerus.  Dan perlu dicatat bahwa Islam tidak memisahkan proses zikir dan fikir. Apabila dicermati lebih jauh kerangka kerja antara fikir dan zikir dalam kehidupan sehari-hari kita akan dapat membedakannya sebagai dua potensi yang menghasilkan efek berbeda. Berfikir mencoba dan menemukan apa yang belum diketahui untuk selanjutnya merumuskannya. Hasilnya pun tidak hanya sebatas untuk kepentingan pribadi, tetapi dapat bermanfaat kepada umat manusia. Sebagai contoh, Ibn sina, ibn Rusydi, ibn batutah, dan sebagainya menghasilkan beragam karya yang sampai sekarang dapat dimanfaatkan seluruh umat manusia.


Sedangkan zikir punya efek yang lebih kuat dan besar hanya kepada individu pelakunya sendiri. Dengan bentuk perbaikan perilaku, akhlak , kebaikan, dan dekatnya kepada sang pencipta. Namun keduanya, tetap menyatu pada diri seseorang sekalipun saling punya kekuatan yang positif bagi seorang muslim. Dengan menyeimbangkan antara berfikir dan berzikir, berfikir untuk menganali dan memahami Ayat-ayat Allah, sedangkan berzikir untuk menyucikan kita dalam berfikir, karena konsep mencari ilmu dalam perspektif islam dibangun diatas kesalehan dan kejernihan hati pencarinya.


fikir dan zikir dalam Al-Quran dimaksudkan tidak lain adalah sebagai sebuah sarana atau alat yang dapat menyampaikan seseorang hamba kepada kesimpulan tauhid yang kuat dan kokoh dengan adanya pengakuan secara sadar dan mendalam dari fenomena di alam ini akan kebesaran dan kuasanya Allah. Selanjutnya, supaya kita mengenal kedudukan dan status diri kita yang hina, lemah dan tidak ada daya upaya untuk menentang Allah Swt. Sehingga fikir dan zikir adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam memperoleh pengetahuan karena zikir merupakan penyucian terhadap fikir, oleh karena itu apabila kita mendapatkan potensi berfikir yang lebih maka harus memperganakan untuk memahami ayat-ayat Allah.


 



KESIMPULAN


 


       Berfikir merupakan suatu proses mencerna dan memahami kondisi yang ada di sekitar dalam rangka menghasilkan sebuah tanda tanya maupun jawaban yang muncul dalam diri seseorang. Secara umum berfikir yaitu memberikan peranan kepada akal agar menemukan jalan keluar dari permasalahan.


       Dalam pengertian sempit zikir dimaknakan dengan kegiatan mengucapkan nama-nama Allah yang agung dan mulia dalam rangka memuji dan membesarkanNya. Dalam pengertian luas zikir adalah seluruh aktivitas dan gerak memahami kekuasaan Allah yang tujuannya untuk lebih dekat denganNya.


       Fikir dan zikir adalah dua potensi sangat besar yang hanya dimiliki seorang muslim yang  serius menfungsikannya. Dengan kedua potensi ini dimaksudkan agar dapat menjadi seorang hamba merasakan betapa besar dan agung Allah, besertaan merasa hina dan lemahnya manusia di hadapan-Nya. Dengan demikian, akan berdampak positif tidak hanya kepada individu tertentu masyarakat sampai bangsa tercinta ini.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


DAFTAR PUSTAKA


 


 


 


Al-Kandhalawi, Maulana Muhammad Zakariyya. 1993, Kitab Fahail A’mal. Jawa Barat: Pustaka Ramadhan


 


Mundiri. 2010, Logika. Jakarta: Rajawali Pers


D:\dwnload gw\Filsafat Dakwah .htm


 


Http://Sinergitas antara fikir dan zikir.htm


 






[1] Http://Sinergitas antara fikir dan zikir.htm


[2] Drs.H.Mundiri. Logika. Jakarta:2010. Hal. 8-9


[3] D:\dwnload gw\Filsafat Dakwah .htm


[4] Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi,. Kitab Fahail A’mal. Jawa Barat:1993. Hal.99

Read more »

Saturday, November 9, 2013

dakwah: DIAM ITU EMAS

Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.
1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:
a. Diam Bodoh
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.
b. Diam Malas
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.
c. Diam Sombong
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.
d. Diam Khianat
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.
e. Diam Marah
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah.
f. Diam Utama (Diam Aktif)
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.
2. Keutaam Diam Aktif
a. Hemat MasalahDengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
b. Hemat dari DosaDengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.
c. Hati Selalu Terjaga dan TenangDengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.
d. Lebih BijakDengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.
e. Hikmah Akan MunculYang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.
f. Lebih BerwibawaTanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:
  1. Diam dari perkataan dusta
  2. Diamdari perkataan sia-sia
  3. Diam dari komentar spontan dan celetukan
  4. Diam dari kata yang berlebihan
  5. Diam dari keluh kesah
  6. Diam dari niat riya dan ujub
  7. Diam dari kata yang menyakiti
  8. Diam dari sok tahu dan sok pintar
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga.

Read more »

Sunday, November 3, 2013

TUGAS MANDIRI PENDIDIKAN KEWARGAAN
  


OLEH :
NENENG RUMIATI
11145203990
( MD IIIB)




PARADIGMA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DI INDONESIA
Hal penting dalam pembicaraan penting dari pembicaraan tentang negara adalah hubungan agama dengan negara yang mendiskusikan bagaimana posisi agama dalam konteks negara modern. Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih menjadi perdebatan yang intensif di kalangan para pakar muslim hingga kini. Menurit Azyumardi, perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan masih berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Berbagai eksprimen telah dilakukan untuk menyelaraskan antar din dan dawlah dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim. Seperti halnya percobaan demokrasi di sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan dawlah di banyak negara-negara muslim telah berkembang secara beragam. Perkembangan wacana demokrasi di kalangan negara-negara muslim dewasa ini semakin menambah maraknya perdebatan Islam dan negara.
Hubungan Islam dan negara berangkat dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh, yang mengatur semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Dari pandangan Islam sebagai agama yang kompeherensif ini pada dasarnya dalam Islam tidak termasuk konsep pemisahan antara agama dan politik. Karena politik tidak lain sebatas alat untuk mencapai tujuan-tujuan luhur agama. Artinya, bahwa dalam Islam tidak terdapat suatu sistem pemerintahan yang baku, umat islam bebas menganut sistem pemerintahan apapun asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antara para warga negaranya, baik hak maupun kewajiban dan persamaan dihadapan hukum, dan pelaksanaan urusan negara diselenggarakan atas dasar musyawarah dengan berpegang kepada tata nilai moral dan etika yang diajarkan Islam. Hubungan Islam dan negara modern secar teoritis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga paradigma, yaitu integralistik, simbiotik, dan sekularistik.

Paradigma Simbiotik
Di Indonesia hubungan agama dan negara menggunakan paradigma simbiotik, karena hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Artinya agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama, dan negara juga memerlukan agama sebagai sumber moral, etika, dan spritualitas bagi warga negaranya. Dalam kerangka ini bahwa negara sebagai alat agama,yaitu adanya kekuasaaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak. Walaupun antara agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Dan dalam hal ini agama tidak mendominasi kehidupan bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum Agama. Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara. Sehingga keduanya sangat berperan penting dalam pemerintahan, serta sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan yang menjalankan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan.
Secara umum, teori simbiotik dapat didefinisikan sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual. Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara.
Menurut saya, paradigma simbiotik sangat cocok digunakan di Indonesia karena pandangan ini tidak memisahkan agama dengan negara, keduanya merupakan kebutuhan yang saling melengkapi dalam menata kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia yang berlandaskan agama (syariat Islam). Dan hubungan agama dengan negara di Indonesia yaitu dengan mengambil konsep keseimbangan yang dinamis, artinya tidak ada pemisahan antara politik dan agama, yang keduanya saling mengisi dengan segala perannya, namun agama disini juga mempunyai kritis terhadap negara dan negara juga punya kewajiban-kewajiban terhadap agama. Dan pola hubungan keduanya saling membantu dalam ketatanan negara. Oleh karena itu paradigma simbiotik sangat cocok di gunakan dalam sistem pemerintaham di Indonesia.
Soal.
Amandemen UUD 45 yang telah di lakukan memberikan peluang kepada Indonesia untuk menjadi Negara yang demokrasi. Bagaimana menurut anda mengenai peluang tersebut,

Menurut saya terhadap peluang tersebut, sangat bagus bagi indonesia untuk menjadi negara yang demokrasi. Karena demokrasi adalah partisipasi rakyat, yaitu bagaimana agar pemerintahan dapat dijalankan oleh rakyat (melalui sistem perwakilan rakyat) dan membatasi kekuasaan negara (pemerintah) yang terlalu besar. Dengan adanya peluang tersebut maka masyarakat Indonesia bisa menjamin adanya keadilan terhadap rakyat, dalam segi apapun. Hak-hak rakyat dan inspirasi rakyat bisa tersalurkan. Dengan dijadikannya negara demokrasi maka prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan akan terlaksana, artinya semua pihak yang terkait memiliki peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan. Oleh karena itu peluang ini sangat berarti sekali terhadap masyarakat Indonesia yang sangat membutuhkan pemerintahan yang peduli terhadap suara rakyat. Rakyat bisa memilih siapa yang akan menjadi pemimpinnya, pemerintah bisa memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial, selain itu dengan adanya peluang demokrasi maka masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak suku ataupun yang disebut multikulturalisme bisa menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, bahasa ataupun agama.

Read more »