Sunday, November 3, 2013

TUGAS MANDIRI PENDIDIKAN KEWARGAAN
  


OLEH :
NENENG RUMIATI
11145203990
( MD IIIB)




PARADIGMA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DI INDONESIA
Hal penting dalam pembicaraan penting dari pembicaraan tentang negara adalah hubungan agama dengan negara yang mendiskusikan bagaimana posisi agama dalam konteks negara modern. Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih menjadi perdebatan yang intensif di kalangan para pakar muslim hingga kini. Menurit Azyumardi, perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan masih berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam disulut oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Berbagai eksprimen telah dilakukan untuk menyelaraskan antar din dan dawlah dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim. Seperti halnya percobaan demokrasi di sejumlah negara di dunia, penyelarasan din dan dawlah di banyak negara-negara muslim telah berkembang secara beragam. Perkembangan wacana demokrasi di kalangan negara-negara muslim dewasa ini semakin menambah maraknya perdebatan Islam dan negara.
Hubungan Islam dan negara berangkat dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh, yang mengatur semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Dari pandangan Islam sebagai agama yang kompeherensif ini pada dasarnya dalam Islam tidak termasuk konsep pemisahan antara agama dan politik. Karena politik tidak lain sebatas alat untuk mencapai tujuan-tujuan luhur agama. Artinya, bahwa dalam Islam tidak terdapat suatu sistem pemerintahan yang baku, umat islam bebas menganut sistem pemerintahan apapun asalkan sistem tersebut menjamin persamaan antara para warga negaranya, baik hak maupun kewajiban dan persamaan dihadapan hukum, dan pelaksanaan urusan negara diselenggarakan atas dasar musyawarah dengan berpegang kepada tata nilai moral dan etika yang diajarkan Islam. Hubungan Islam dan negara modern secar teoritis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga paradigma, yaitu integralistik, simbiotik, dan sekularistik.

Paradigma Simbiotik
Di Indonesia hubungan agama dan negara menggunakan paradigma simbiotik, karena hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Artinya agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama, dan negara juga memerlukan agama sebagai sumber moral, etika, dan spritualitas bagi warga negaranya. Dalam kerangka ini bahwa negara sebagai alat agama,yaitu adanya kekuasaaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak. Walaupun antara agama dan negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Dan dalam hal ini agama tidak mendominasi kehidupan bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum Agama. Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara. Sehingga keduanya sangat berperan penting dalam pemerintahan, serta sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan yang menjalankan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan.
Secara umum, teori simbiotik dapat didefinisikan sebagai hubungan antara dua entitas yang saling menguntungkan bagi peserta hubungan. Dalam konteks relasi negara dan agama, bahwa antara negara dan agama saling memerlukan. Dalam hal ini, agama memerlukan negara karena dengan negara, agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena dengan agama negara dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral-spiritual. Karena sifatnya yang simbiotik, maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum-hukum negara, bahkan dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai hukum negara.
Menurut saya, paradigma simbiotik sangat cocok digunakan di Indonesia karena pandangan ini tidak memisahkan agama dengan negara, keduanya merupakan kebutuhan yang saling melengkapi dalam menata kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia yang berlandaskan agama (syariat Islam). Dan hubungan agama dengan negara di Indonesia yaitu dengan mengambil konsep keseimbangan yang dinamis, artinya tidak ada pemisahan antara politik dan agama, yang keduanya saling mengisi dengan segala perannya, namun agama disini juga mempunyai kritis terhadap negara dan negara juga punya kewajiban-kewajiban terhadap agama. Dan pola hubungan keduanya saling membantu dalam ketatanan negara. Oleh karena itu paradigma simbiotik sangat cocok di gunakan dalam sistem pemerintaham di Indonesia.
Soal.
Amandemen UUD 45 yang telah di lakukan memberikan peluang kepada Indonesia untuk menjadi Negara yang demokrasi. Bagaimana menurut anda mengenai peluang tersebut,

Menurut saya terhadap peluang tersebut, sangat bagus bagi indonesia untuk menjadi negara yang demokrasi. Karena demokrasi adalah partisipasi rakyat, yaitu bagaimana agar pemerintahan dapat dijalankan oleh rakyat (melalui sistem perwakilan rakyat) dan membatasi kekuasaan negara (pemerintah) yang terlalu besar. Dengan adanya peluang tersebut maka masyarakat Indonesia bisa menjamin adanya keadilan terhadap rakyat, dalam segi apapun. Hak-hak rakyat dan inspirasi rakyat bisa tersalurkan. Dengan dijadikannya negara demokrasi maka prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan akan terlaksana, artinya semua pihak yang terkait memiliki peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan, dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan. Oleh karena itu peluang ini sangat berarti sekali terhadap masyarakat Indonesia yang sangat membutuhkan pemerintahan yang peduli terhadap suara rakyat. Rakyat bisa memilih siapa yang akan menjadi pemimpinnya, pemerintah bisa memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial, selain itu dengan adanya peluang demokrasi maka masyarakat Indonesia yang mempunyai banyak suku ataupun yang disebut multikulturalisme bisa menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, bahasa ataupun agama.

0 comments:

Post a Comment